Apalah arti sebuah nama, kata Shakespeare. Namun, kami rasa, Shakespeare akan mengubah kalimatnya kalau dia sempat berkenalan dengan Wicaksono, si penulis yang lebih suka dikenal sebagai Ndoro Kakung.
Ndoro Kakung hanyalah sebuah nama pena yang dipilihnya karena unik dan mudah diingat, sekaligus menggambarkan seorang lelaki Jawa di usia paruh baya. Tak dinyana, nama pena itu menjelma menjadi identitas utamanya di dunia blogging.
Menekuni profesi sebagai jurnalis profesional rupanya membuat Ndoro Kakung paham betul bagaimana sebuah tulisan bisa menggerakkan pembaca. Tak heran kalau Enda Nasution, Bapak Blogger Indonesia, mengamini bahwa Ndoro Kakung adalah jurnalis profesional Indonesia pertama yang menyadari potensi dan kekuatan blog sebagai media alternatif.
‘Saya ingin mengajak semua orang untuk berbagi ilmu, kata, gagasan dan sebagainya melalui blog,’ kata Ndoro Kakung pada wawancara kami lewat e-mail seminggu silam. Tak heran kalau kita bertandang ke blog-nya, kita akan menemukan tulisan berkaitan dengan dunia blogging dan rupa-rupanya. Ndoro Kakung percaya bahwa mengisi blog itu bukan seperti ikut lomba lari jarak pendek. ‘Mengelola blog itu ibarat maraton,’ tulisnya di dalam buku terbaru ‘Nge-blog dengan Hati’ yang diterbitkan GagasMedia.
Bermula pada Suatu Siang
‘Awalnya adalah sebuah kontak dari Windy (GagasMedia) ke saya. Windy mengaku tertarik pada tulisan-tulisan saya di beberapa blog dan berniat menerbitkannya. Lalu kami bertemu untuk membahas niatnya itu,’ cerita Ndoro Kakung mengenang awal pertemuannya dengan GagasMedia.
Pada mulanya, Ndoro Kakung sempat ragu-ragu. Sebagaimana yang diceritakannya di www.ndorokakung.com. Menurutnya, blog dan buku adalah dua medium yang berbeda. Posting yang menarik di blog belum tentu menerima respon yang sama bila dicetak menjadi sebuah buku.
Lalu mengapa pula ia akhirnya tertarik dengan tawaran GagasMedia? Semuanya dipacu oleh kesamaan keinginan untuk terus berbagi. Blog bisa menjadi media yang tak sekadar mesin pencetak uang atau eksis untuk mengejar popularitas. Tapi semuanya ditentukan oleh kesadaran di pemilik blog bagaimana ia hendak mengelola blog-nya.
Hal ini juga diungkapkan oleh Dewi ‘Dee’ Lestari. Penulis Filosofi Kopi ini mengakui bahwa tulisan-tulisan Ndoro Kakung membuka mata kita bahwa kualitas sebuah blog tidak semata-mata ditentukan oleh senioritas usia blog, berapa banyak pengikut, dan berapa banyak pengiklan, melainkan selalu kembali kepada kepiawaian sang Blogger di baliknya untuk merajut informasi yang berguna, sudut bercerita yang menarik, kekhasan gaya tulisan, orisinalitas berpikir, kejernihan berbahasa, takaran antara humor dan keseriusan yang pas, serta semangat hati untuk berbagi.
Meskipun beberapa tulisan tinggal diambil dari beberapa blognya, bukan berarti pemilik beberapa blog ini lantas ongkang-ongkang kaki dan terima jadi. Demi membuat buku ini bisa memiliki cita rasa yang berbeda namun selaras dengan blognya, Ndoro Kakung menambahkan tulisan-tulisan lain ke dalamnya.
‘Nge-blog dengan Hati’ adalah salah satu cara Ndoro Kakung menularkan semangat dan dorongan berekspresi melalui blog. Berekspresi itu bisa melalui tulisan, foto, ataupun video. ‘Sebagai blogger, saya terus belajar, di mana saja,’ kata Ndoro Kakung. Baginya, ruang belajar itu tidak terbatas. Ia bisa berguru pada semua orang perihal apa saja. Dengan sedikit ilmu yang diperolehnya, penggemar novel karya Sidney Sheldon ini ingin mendorong dengan memberikan contoh lewat blog kepada semua orang untuk berani menulis dan mengekspresikan apa pun.
‘Nge-blog dengan Hati’ dipilih sebagai judul buku karena dianggap cukup mewakili semangat berbagi yang diusungnya. Kita tidak hanya menemukan tip dan trik di seputar dunia blogging, namun juga diajak untuk terus mengelola blog yang kita miliki. Penyuka English Patient dan Trilogi Lord of The Ring juga tak pelit berbagi kabar tentang teknologi terbaru di dunia blogging, persoalan etika dan hukum untuk blogger, bahkan sampai tip menghadapi komentar negatif di blog kita.
Inilah isme yang coba ditawarakan Ndoro Kakung kepada dunia blogging. Kita bisa menyebutnya dengan Blogisme.
Saklar yang Menghidupkan Lampu
‘Buku itu semacam saklar yang menghidupkan lampu, memberi inspirasi, dan mengajak orang melakukan perbedaan,’ jelas Ndoro Kakung kepada kandangagas. Ketika buku ini dimaknai berbeda oleh pembaca, itu adalah hal yang wajar. Bukan itu yang menjadi masalah utama dalam membuat buku. Hal terpenting adalah bagaimana kita berbagi dengan hati melalui sebuah medium—bisa buku atau blog.
’saya berharap buku itu ada gunanya. Bisa memberi orang tambahan pengetahuan, dan semakin bersemangat untuk nge-blog. Juga membuat blogger tetap merawat blognya sepenuh hati’ pungkas Ndoro Kakung.
Well, guys, happy blogwalking, then!
Ndoro Kakung hanyalah sebuah nama pena yang dipilihnya karena unik dan mudah diingat, sekaligus menggambarkan seorang lelaki Jawa di usia paruh baya. Tak dinyana, nama pena itu menjelma menjadi identitas utamanya di dunia blogging.
Menekuni profesi sebagai jurnalis profesional rupanya membuat Ndoro Kakung paham betul bagaimana sebuah tulisan bisa menggerakkan pembaca. Tak heran kalau Enda Nasution, Bapak Blogger Indonesia, mengamini bahwa Ndoro Kakung adalah jurnalis profesional Indonesia pertama yang menyadari potensi dan kekuatan blog sebagai media alternatif.
‘Saya ingin mengajak semua orang untuk berbagi ilmu, kata, gagasan dan sebagainya melalui blog,’ kata Ndoro Kakung pada wawancara kami lewat e-mail seminggu silam. Tak heran kalau kita bertandang ke blog-nya, kita akan menemukan tulisan berkaitan dengan dunia blogging dan rupa-rupanya. Ndoro Kakung percaya bahwa mengisi blog itu bukan seperti ikut lomba lari jarak pendek. ‘Mengelola blog itu ibarat maraton,’ tulisnya di dalam buku terbaru ‘Nge-blog dengan Hati’ yang diterbitkan GagasMedia.
Bermula pada Suatu Siang
‘Awalnya adalah sebuah kontak dari Windy (GagasMedia) ke saya. Windy mengaku tertarik pada tulisan-tulisan saya di beberapa blog dan berniat menerbitkannya. Lalu kami bertemu untuk membahas niatnya itu,’ cerita Ndoro Kakung mengenang awal pertemuannya dengan GagasMedia.
Pada mulanya, Ndoro Kakung sempat ragu-ragu. Sebagaimana yang diceritakannya di www.ndorokakung.com. Menurutnya, blog dan buku adalah dua medium yang berbeda. Posting yang menarik di blog belum tentu menerima respon yang sama bila dicetak menjadi sebuah buku.
Lalu mengapa pula ia akhirnya tertarik dengan tawaran GagasMedia? Semuanya dipacu oleh kesamaan keinginan untuk terus berbagi. Blog bisa menjadi media yang tak sekadar mesin pencetak uang atau eksis untuk mengejar popularitas. Tapi semuanya ditentukan oleh kesadaran di pemilik blog bagaimana ia hendak mengelola blog-nya.
Hal ini juga diungkapkan oleh Dewi ‘Dee’ Lestari. Penulis Filosofi Kopi ini mengakui bahwa tulisan-tulisan Ndoro Kakung membuka mata kita bahwa kualitas sebuah blog tidak semata-mata ditentukan oleh senioritas usia blog, berapa banyak pengikut, dan berapa banyak pengiklan, melainkan selalu kembali kepada kepiawaian sang Blogger di baliknya untuk merajut informasi yang berguna, sudut bercerita yang menarik, kekhasan gaya tulisan, orisinalitas berpikir, kejernihan berbahasa, takaran antara humor dan keseriusan yang pas, serta semangat hati untuk berbagi.
Meskipun beberapa tulisan tinggal diambil dari beberapa blognya, bukan berarti pemilik beberapa blog ini lantas ongkang-ongkang kaki dan terima jadi. Demi membuat buku ini bisa memiliki cita rasa yang berbeda namun selaras dengan blognya, Ndoro Kakung menambahkan tulisan-tulisan lain ke dalamnya.
‘Nge-blog dengan Hati’ adalah salah satu cara Ndoro Kakung menularkan semangat dan dorongan berekspresi melalui blog. Berekspresi itu bisa melalui tulisan, foto, ataupun video. ‘Sebagai blogger, saya terus belajar, di mana saja,’ kata Ndoro Kakung. Baginya, ruang belajar itu tidak terbatas. Ia bisa berguru pada semua orang perihal apa saja. Dengan sedikit ilmu yang diperolehnya, penggemar novel karya Sidney Sheldon ini ingin mendorong dengan memberikan contoh lewat blog kepada semua orang untuk berani menulis dan mengekspresikan apa pun.
‘Nge-blog dengan Hati’ dipilih sebagai judul buku karena dianggap cukup mewakili semangat berbagi yang diusungnya. Kita tidak hanya menemukan tip dan trik di seputar dunia blogging, namun juga diajak untuk terus mengelola blog yang kita miliki. Penyuka English Patient dan Trilogi Lord of The Ring juga tak pelit berbagi kabar tentang teknologi terbaru di dunia blogging, persoalan etika dan hukum untuk blogger, bahkan sampai tip menghadapi komentar negatif di blog kita.
Inilah isme yang coba ditawarakan Ndoro Kakung kepada dunia blogging. Kita bisa menyebutnya dengan Blogisme.
Saklar yang Menghidupkan Lampu
‘Buku itu semacam saklar yang menghidupkan lampu, memberi inspirasi, dan mengajak orang melakukan perbedaan,’ jelas Ndoro Kakung kepada kandangagas. Ketika buku ini dimaknai berbeda oleh pembaca, itu adalah hal yang wajar. Bukan itu yang menjadi masalah utama dalam membuat buku. Hal terpenting adalah bagaimana kita berbagi dengan hati melalui sebuah medium—bisa buku atau blog.
’saya berharap buku itu ada gunanya. Bisa memberi orang tambahan pengetahuan, dan semakin bersemangat untuk nge-blog. Juga membuat blogger tetap merawat blognya sepenuh hati’ pungkas Ndoro Kakung.
Well, guys, happy blogwalking, then!
menarik, mau kenalan ma ndoro kakung deh
ReplyDeletewah selamat ya... buat ndoro kakung! weleh2 bukunya bikin penasaran nih.
ReplyDelete