Aug 28, 2008

Bagaimana Kalau Macet Ide untuk Menulis?

Guru saya yang memaksa diri saya harus mengaku sebagai gurunya: Eni Kusuma menelpon. Dia bilang bahwa dia lagi macet ide untuk menulis. Dia (pura-pura) tanya apa yang harus dilakukan kalau macet ide.

Saya lalu cerita ketika saya ditanya waktu menjadi pembicara tamu di English Program di RRI Pro 2 Bandung. Ada yang bertanya seperti yang ditanyakan oleh Eni. Saya jawab bahwa saya sering membuka lebih dari 2 windows di komputer saya ketika menulis artikel.

Mengapa demikian tanya sang penyiar.

Saya bilang itu justru trik saya untuk menghindari kemacetan ide. Katakan bahwa saya membuka 5 windows yang masing-masing berisi satu artikel dengan topik yang berbeda. Maka ketika saya mengalami kemacetan di artikel yang pertama, saya akan pindah ke artikel yang ke dua. Begitu terus hingga saya kemudian pindah ke artikel ke lima. Kalau masih macet di artikel yang ke lima, saya akan kembali ke artikel yang pertama lalu proses itu terulang lagi.

Sang penyiar tertawa, tapi bertanya lagi bagaimana bila ternyata ide tetap macet bahkan untuk 5 artikel sekaligus?

Saya jawab, saya akan tutup semua windows dan main game. Atau jalan-jalan ke luar ruangan, atau bahkan matikan komputer dan berjalan-jalan ke luar rumah, ke mal atau ke mana saja. Jangan fikirkan bahwa Anda sedang macet ide, bersenang-senang saja hingga ide kemudian muncul.

Kalau ada mal ya jalan ke mal. Kalau tidak ada mal ya lihat-lihat saja keluar rumah melalui jendela. Siapa tahu ada anak kecil yang terjatuh ketika berlari, lalu anak itu berdiri lagi, membersihkan kotoran dari lututnya karena dia bercelana pendek dan berlari lagi. Bukankah itu kejadian yang menarik untuk ditulis dalam topik membangkitkan motivasi? Kita kan sering menulis untuk membangkitkan motivasi?

Saya tambahkan ke Eni bahwa saya ingat bahwa saya pernah macet selama 2 bulan penuh. Itu terjadi karena saya terus memikirkan mengapa saya macet ide. Saya hanya menemukan banyak penyebab dan saya tidak berhasil melakukan cara untuk menghalau penyebab kemacetan itu, karena energi sehari saya sudah habis. Hari berikutnya saya habiskan untuk mencari cara mengatasi kemacetan dan menemukan beberapa cara tanpa sempat melakukan solusi tersebut karena, sekali lagi, energi sehari saya sudah habis.

Saya justru merugi karena saya berusaha untuk sadar bahwa saya macet ide.

Ketika kemudian saya terapkan trik untuk melupakan bahwa saya macet ide, dan menjalankan hidup biasa-biasa saja, sekarang saya jadi jarang ingat bahwa saya macet ide. Bukan tidak mungkin suatu kali saya pernah macet ide selama 2 atau 3 hari, tetapi saya sama sekali tidak ingat, karena saya terus menangkap ide yang ada.

Eni bilang bahwa bila dia macet ide, dia akan menelpon teman-teman, guru-gurunya, dan menelpon muridnya: saya. (Beruntungnya saya karena justru guru saya yang menelpon). Saya tanya terus apa yang terjadi setelah menelpon?

Seingat saya, Eni menjawab bahwa dia menjadi tenang dan jadi punya ide. Tapi, seingat saya Eni berkata begitu, bagaimana kalau orang yang dia telpon membicarakan sesuatu yang bisa diangkat jadi tulisan, sementara topik tersebut justru sudah ditulis menjadi artikel oleh orang itu.

Lho emang boleh, Mas. Tanya Eni lagi. Lha kan gaya bahasanya beda, pilihan katanya beda, hanya topiknya yang sama. Jadi tidak salah kan? (Dasar, guru saya yang satu ini selalu mengajarkan saya dengan pertanyaannya yang terdengar lugu).

Saya kemudian bilang, nyantai aja. Latar belakang pengalaman dan pendidikan yang berbeda bisa membuat sudut pandang berbeda. Begitu pula bila dua orang berbeda tinggal di negara yang berbeda. Bahkan seringkali sudut pandang lelaki dan sudut pandang perempuan juga akan berbeda.

Nah, ketika sebuah tulisan lahir sebagai ekspresi dari pendapat yang berasal dari dua orang yang memiliki sudut pandang berbeda, maka tulisan itu pun akan terlihat berbeda walaupun topik yang dibicarakan sama. Jadi mengapa khawatir bila mendapat ide dari penulis lain? Biasa saja kan kalau seorang penulis terinspirasi oleh tulisan orang lain?

Medan – Januari 2007

Armaya Junior

Penulis An Affair to Forget

www.bukakacamatakuda.blogspot.com

1 comment:

  1. re: bener nih, mas.supaya ga macet ide ya lupakan aja kemacetan itu :)

    ReplyDelete