Feb 27, 2009

Cerpen Bulan Januari: Ketika Cinta Mampir

“Apa?! Tama mau ke rumah elo?!”

Aku mengangguk penuh semangat. “He-eh! Nanti sore jam empat!”

“Ya ampun, Gif. Mimpi apa elo semalem sampe Tama mau ke rumah elo?”

“Nggak tahu deh. Aduh, gue sampe bingung harus ngapain nih. Rumah udah gue rapihin dari jam delapan tadi. Gue udah buat camilan untuk Tama. Minuman juga udah gue dinginin di kulkas dari semalam. Sekarang gue harus ngapain lagi, nih, Kit?”

“Eng... Lo dandan gih! Atau elo luluran aja biar wangi. Jangan lupa pakaian yang elo pake nanti, setrika dulu pake pewangi banyak-banyak. Terus, elo siapin apa aja yang mau diobrolin nanti.”

“Iya deh. Kalo gitu gue siap-siap dulu. Makasih ya. Dadah..”


Kuletakkan horn telepon setelah Kitra menutup telepon.

Dengan wajah panik, aku langsung berlari membongkar isi lemari pakaianku. Semua koleksi baju terbaikku, aku letakkan berbaris di atas tempat tidur. Mulai dari yang formal sampe yang santai. Mulai dari yang warna-warni sampe yang polos. Mulai dari yang terbaru sampe yang modelnya jadul.

“Aduh, bingung nih!!” teriakku sendiri dalam kamar.

Akhirnya aku mengambil baju lengan pendek berwarna pink muda dengan renda-renda putih di sekitar kerahnya. Lalu aku padukan dengan rok balon warna putih. Yup, ini sesuai!

Dengan pelan dan hati-hati, kusetrika baju dan rok itu. Harum pewangi baju memenuhi kamarku. Berkali-kali aku terbatuk karena kekurangan oksigen, tapi aku terus saja menyemprotkan pewangi itu.

Selesai! Baju dan rok itu aku gantung supaya ngga kusut.

Baju selesai. Sekarang aku mandi saja, deh, sambil luluran seperti saran Kitra tadi. Aku berlari cepat memasuki kamar mandi. Kuambil lulur mandi dengan wangi anggrek yang baru sekali kugunakan setelah lima bulan yang lalu aku membelinya karena termakan omongan pelayan supermarket.

Kugosok-gosokkan butiran-butiran kasar itu ke kulitku. Tak lama kemudian, kulit putihku malah merah-merah. Aku menghentikan kegiatan yang menurutku sudah berlebihan itu. Aku berbilas dan mengakhiri mandiku dengan cepat.

Sekarang baru jam satu siang dan aku sudah siap lahir batin. Berlebihan memang. Tapi wajar, karena yang akan datang adalah seorang idola sekolah yang keren dan ngetop banget.

Sebulan yang lalu, aku mengirimkan SMS padanya. Isinya cuma ‘Hai, kamu Tama ya? Aku Giffa kelas X-3.’ Seminggu yang lalu, SMS itu baru dibalasnya ‘Hai juga, Gif. Sori baru bales. Kamu Giffa yang mana ya?’ Mulai dari situlah aku dan Tama SMS-an sampai akhirnya dia berniat mampir ke rumahku.

Sejam sudah aku duduk melamun di ruang tengah. Tidak ada orang di rumah selain aku. Papa dan Mamaku sedang dinas ke luar kota. Memang cuma Papa yang dinas, tapi Mama pengen jalan-jalan, jadi beliau ikut dengan Papa. Kedua adikku pulang sekolah langsung ikut eskul di sekolahnya. Dan aku? Memang sebenarnya aku dan Kitra ada rencana untuk berenang, tapi demi Tama, aku batalkan semua janjiku. Untung Kitra mau memakluminya. Malah dia mendukungku seratus persen.

Kuambil telepon tanpa kabel lalu menghubungi Kitra.

“Halo?”

“Kit, gue boring, nih. Lama banget sich jam empat.”

“Ya ampun, Gif. Sabar dikit dong! Lagian, emangnya elo udah siap?”

“Banget! Gue udah siap dari sejam yang lalu.”

“Ya udah. Lo telpon aja Tama, suruh datang sekarang aja.”

“Jangan! Nanti ketahuan gue udah siap.”

“Bagus dong.”

“Apanya yang bagus?! Nanti dia malah GR pas tau kalo gue antusias banget sama kedatangnnya dia. Bisa jatuh harga diri gue, Kit!”

“Kalo gitu, sabar aja nungguin sang Tama.”

“Iya deh.”

“Kalo ada kabar terbaru, kasih tau gue! Dadah, Giffa..”

Dengan malas, aku meletakkan kembali telepon itu. Dan aku kembali pada lamunanku yang sempat tertunda tadi.

Menanti jarum menit bergerak terasa sangat menyiksaku. Rasanya lama banget. Apalagi menunggu jarum jam menunjuk ke angka empat. Rasanya seperti menunggu momen gerhana bulan aja. Tapi ngga apa-apa, sebanding kok dengan kedatangan sang pangeran Tama.

Tok-tok-tok.

Tama! Pasti Tama!

Kulirik jam dinding. Jam empat tepat! Wah, on time banget!

Aku berjalan cepat menuju pintu ruang tamu. Setelah memastikan bajuku ngga kusut, rambutku rapi, dan tidak ada debu di atas meja, kubuka pintu perlahan.

Senyum manis Tama langsung menyambutku.

“Giffa ya?”

Kuanggukkan kepala perlahan sambil memberikan senyuman terbaikku.

“Masuk, Tam.”

Tama masuk ke ruang tamu sambil memperhatikan sekeliling.

“Silahkan duduk.”

Tama kembali tersenyum. Sebelum aku mengambilkan camilan dan minuman, kulirik Tama yang sedang memperhatikan foto-foto yang dibingkai dan digantung rapi di dinding ruang tamu. Tama lalu meletakkan tas ranselnya di atas kursi.

Aku kembali dengan cepat, lalu meletakkan minuman dingin dan makanan kecil itu di atas meja. Tama kembali tersenyum manis.

Ooh, Tuhan. Terima kasih telah menciptakan makhluk sesempurna ini…

“Nggak usah repot-repot,” seru Tama sambil duduk.

Aku ikut duduk nggak jauh dari Tama. “Nggak repot, kok. Ini cuma seadanya. Silahkan minum, Tam.”

Tama tersenyum lalu meminum seteguk jus jeruk.

“Kamu kelas X-3 ya? Kok kita jarang ketemu, sih?”

Tentu saja. Kamu kan pangeran jenius, tampan, dan sempurna. Terlalu banyak bidadari cantik di sekelilingmu yang menghalangi pandanganmu untuk melihatku.

“Aku memang nggak terkenal kok.”

“Seharusnya kamu bisa terkenal. Kamu, kan cantik.”

Oouw... Panggilan kepada Apollo 11 untuk mengantarkanku ke bulan!

Aku hanya tersenyum kecil menjawab pujian itu.

“Oh iya, katanya kamu ikut olimpiade fisika untuk mewakili sekolah bulan depan. Benar ya?” tanyaku setelah kami terdiam beberapa saat.

“Aduh, cepet banget beritanya tersebar. Sebenernya, sih, iya. Aku dengan tiga siswa lainnya dipercayakan mewakili sekolah. Jangan lupa dukungannya ya?”

“Pasti.”

“Kenapa kamu ngga ikut tes olimpiade fisika?”

“Eng... waktu itu aku lagi ngurusin eskul paskib.”

“Sayang ya. Padahal aku dengar, kamu pintar fisika.”

Lupakan Apollo 11, aku akan terbang sendiri ke bulan!!

Senyumku pasti sangat lebar sekarang. Aku terlalu senang!

Tama mengambil sepiring puding dan memakannya.

“Enak banget! Kamu yang buat, Gif?”

Aku mengangguk. Walapun aku tidak pernah suka memasak, tapi aku cukup suka membuat puding. Apalagi hanya puding susu yang mudah itu. Ya, akan kulakukan apa saja untuk Tama..
“Kamu pintar masak? Hebat banget. Cantik, pintar, rajin masak lagi.”

Selamat tinggal bumi. Sepertinya aku selamanya akan berada di bulan!

“Oh iya. Aku punya hadiah untuk kamu,” Tama meletakkan kembali piring puding itu dan dia membuka ranselnya. Cukup lama ia mengobrak-abrik isi tasnya. Ia mengeluarkan sebuah kotak dan memberikannya kepadaku. “Ini buat kamu.”

Ah, berhentilah membahagiakanku. Aku takut tidak bisa kembali ke bumi!

Aku tidak bisa berhenti tersenyum. Bayangkan! Seorang Tama yang selama ini memimpikannya saja aku tidak berani, datang ke rumahku, mengatakan kalau aku cantik, pintar, dan rajin masak. Sekarang dia malah memberikanku hadiah!

Ooh, bagaimana aku harus bersyuku padaMu,Tuhan?

“Buat aku?” tanyaku menyakinkannya. Tama mengangguk sambil tersenyum penuh arti. “Makasih. Kamu baik banget,” pujiku.

Aku membuka kotak itu. Perlahan tapi pasti. Aku tidak mau merusak kotak itu, karena setelah ini, aku akan memajang kotak itu di kamarku. Di sebelahnya akan ada karton dengan tulisan ‘Hadiah dari Tama’.

Kukuluarkan hadiah itu dari kotaknya. Botol?

“Apa ini?” tanyaku sambil memperhatikan setiap jengkal dari botol itu.

Tama mendekat dan mengambil botol itu. “Ini namanya Koshioto Onimashta. Ini obat terkenal dari Jepang. Terbuat dari akar ginseng terbaik dari Timur, arak asli China, dan serbuk rahasia dari pegunungan Himalaya. Obat ini telah digunakan oleh permaisuri-permaisuri kerajaan China sejak tahun 1721. Sekarang obat ini telah tersebar di seluruh dunia. Obat ini dapat menonjolkan kecantikan alami seorang wanita, membuat tubuh harum sepanjang hari, dan dapat menumbuhkan percaya diri.”

Hey-hey. Apa maksudnya ini??

Apa aku tidak cantik? Apa badanku bau? Apa aku kurang percaya diri?

“Hanya dengan mengoleskan cairan ini ke wajah setiap sehabis mandi dan mengoleskannya di bagian ketiak, sudah akan membuat kamu wangi dan tampil cantik sepanjang hari. Hal itulah yang akan menimbulkan kepercayaan diri. Masih ada beberapa ramuan berkhasiat lainnya,” Tama meletakkan obat itu dan mengambil beberapa obat yang hampir mirip dari dalam tasnya. “Kalau yang ini namanya Histara Chincaita. Berguna untuk memutihkan kulit. Hanya dengan memakannya tiga kali sehari, dalam waktu kurang lebih satu bulan, kulit akan tampak lebih putih, bersih, dan bersinar. Ramuan ini terbuat dari sari bengkoang asli dari pegunungan Tibet. Sangat terkenal di penjuru dunia.”

Hello? Apa kamu Tama yang keren itu???

“Yang ini namanya Fushi Origatsu. Parfum yang tahan lama. Sari bunga mawar yang dicampur dengan sari bunga kenanga dan ditambah sedikit pucuk teh pegunungan, menghasilkan parfum dengan aromatherapi yang tahan lama.”

Tama menarik tanganku dan meneteskan parfum tadi. Lalu dia memaksaku mendekatkan lenganku pada hidungku.

“Memang baunya tajam, tapi akan sangat tahan lama.”

Hueek! Aku mau muntah mencium baunya yang sangat aneh.

“Kamu jualan ya, Tam?” kuberanikan diri untuk bertanya.

Tama mengangguk semangat. Entahlah, bukan seperti Tama yang kukenal. Dia bukan Tama yang tampan, terkenal, keren, dan cool. Dia berubah mendadak jadi seorang salesman yang mengerikan.

“Kelihatannya perutmu sedikit berlemak. Tenang. Jangan panik. Saya punya solusinya,” ujar Tama sambil mengambil sebuah kotak kecil dari tas ajaibnya. “Ini namanya Dokuta Oriku. Obat diet nomor satu di China. Obat ini dapat menghancurkan lemak di perut, paha, dan lengan. Hanya dalam waktu lima minggu, berat akan turun sebanyak lima kilo gram. Menabjubkan bukan?”

Aku memegang perutku. Memang sedikit berlemak, tapi pentingkah aku mengkonsumsi obat itu? Amankah? Lagian, dia kan ngga perlu bilang gitu. Aku, kan malu...

“Ngga ada efek samping lho.”

Oh ya? Jadi hanya ada efek depan nih?

“Berhubung kamu adalah temanku, sepaket obat ini bisa kamu miliki hanya dengan Rp 499.900. Bisa menyicil empat atau delapan kali bayar. Kamu berminat?”

Oow, kepalaku pusing.

“Kalau kamu berminat, ada sebuah payung cantik gratis akan melindungimu dari panasnya matahari. Persediaan terbatas lho.”

Sungguh. Aku sangat pusing dan mual.

“Kamu ngga berminat dengan dengan payung cantik? Tenang, masih ada piring cantik, mug cantik, dan jam dinding cantik. Kamu tinggal pilih. Kamu adalah orang yang beruntung bulan ini. Selain mendapatkan payung, piring, mug, atau jam dinding cantik, kamu juga berhak atas tas make up cantik. Tersedia berbagai warna. Ada pink, merah, biru, putih, bahkan ada yang warna-warni lho. Berminat kan?”

Ooh, Tuhan. Aku tidak tahan lagi..

“Huwaaa!!!”

---



1st Cerpen by Falina Noor Amalia

1 comment: