May 13, 2009

I'rosa Edhel

Untuk semua orang yang pernah kehilangan teman


Yesta membanting tubuhnya di atas kasur empuk tebal di kamarnya, ia merasa hilang, hilang dan takkan pernah ditemukan siapapun. Ia memejamkan mata sembari memeluk bantalnya erat. Awan hitam yang sejak tadi menggantung di langit mulai turun membentuk butir-butiran cair.

Hujan.

Ia sangat membenci hujan.

Hujan membuat air matanya ikut mengalir, hujan membuat otaknya mengingat kejadian itu, kejadian yang mengiris hatinya. Kejadian yang membuatnya merasa sendiri, untuk selamanya.

-----------------------------------

Yesta kecil sedang asyik mengamati barisan semut di dinding kelasnya, seorang anak perempuan berjongkok di sampingnya, sama-sama mengamati. Sejak masuk sekolah Yesta belum juga punya teman, ia memang pendiam. Sebenarnya dalam hati Yesta sedang mengumpulkan keberanian untuk menyapa gadis itu.

Tiba-tiba gadis kecil itu mencomot satu semut dan memasukkan semut itu ke mulutnya.
“WEK! Pedas! Tidak enak!” teriak gadis kecil itu, lidahnya dijulurkan, matanya menyipit, ujung jarinya segera menyingkirkan semut kecil itu dari lidahnya.

Yesta tertawa, menurutnya itu lucu. Gadis itu tertawa lebih keras.

Hari itulah pertama kalinya ia mengenal Sina.

Tawa Yesta selalu terdengar tulus ketika ia tertawa dengan Sina.

Sina sangat akrab dengan hujan. Mungkin pada kehidupan sebelumnya, Sina adalah seorang penyihir pengendali air. Setiap kali hujan lebat, Sina selalu sengaja menyerahkan tubuhnya pada hujan, menari di bawah ribuan butir air. Irama tarinya ketika hujan seperti gymnopedie yang indah. Butir-butir hujan yang mengenai tubuhnya berloncatan seperti selendang, seolah dikendalikan. Ia seperti punya sayap ketika ia menari dalam hujan, membuatnya terlihat seperti peri kecil.

Yesta ingin seperti peri kecil, Yesta ingin seperti Sina.

Yesta berusaha untuk menyukai hujan, walaupun sebenarnya ia suka matahari. Namun Yesta ingin terlihat seperti peri, ingin punya selendang air, ingin membuat musik hujan seperti sahabatnya, Sina. Mulai hari itu setiap ada hujan, Yesta yang lebih dulu menarik tangan Sina untuk bersama-sama menari dalam derasnya hujan. Sina senang. Yesta senang.

Yesta senang karena ia berhasil membuat dirinya merasa seperti peri kecil, seperti Sina. Namun ia tak sadar ia tak punya selendang air. Ia tak sadar ia tak punya sayap. Ia tak sadar tak ada irama dalam langkahnya. Namun sadar ia tak menikmatinya.

Sementara di dekatnya menari seorang peri hujan kecil. Yesta melihat tarian bodoh sahabatnya itu yang entah kenapa terasa seperti tarian rosa salka dalam hatinya. Sina terlihat sangat… indah, seperti lukisan Ängsälvor yang ia lihat dalam buku-buku cerita rakyat. Sina terasa sangat jauh dengannya pada tarian hujan itu. Ia sedih. Sina adalah seorang peri kecil, ia hanyalah seorang bocah biasa yang bermimpi menjadi seorang peri kecil. Menjadi seperti Sina.

Yesta kecil ingin dekat dengan Sina, bukan sekedar teman bercanda, ia ingin bersama-sama menjadi peri kecil. Namun ia tahu ia takkan bisa.

Persahabatan Yesta dan Sina kecil masih terus terikat ketika mereka beranjak remaja. Mereka selalu mengerjakan sesuatu bersama-sama. Tapi apa yang dirasa Yesta dengan apa yang dilihat orang ternyata beda. Yesta merasa Sina justru menjauh. Bukan hanya tarian hujannya yang indah, Yesta merasa Sina lebih disukai teman-teman. Ia tahu Sina seratus kali lebih menyenangkan jika dibandingkan dengan dirinya yang pendiam. Ia tak cerdas dan ia tak punya karisma. Diam-diam ia merasa iri. Sina seperti mimpi baginya. Sina mempunyai semua hal yang ia inginkan. Dia bukan apa-apa. Dia bukan Sina. Dia hanyalah orang yang disebut sebagai ‘teman Sina’.

Andai Sina tak ada, ia tak perlu merasa iri dalam hatinya.
Ia tak perlu merasa…bukan siapa-siapa…

Yesta menangis ditemani keheningan malam. Nyanyian kodok sawah yang nyaring menjadi latar tangisannya. Sina terasa semakin jauh…jauh sekali dengannya. Perasaannya campur aduk, dia menangis karena ia tahu ia bukan apa-apa jika dibandingkan dengan temannya. Andai ia Sina, ia tidak akan bersahabat dengan remaja muram seperti dirinya. Remaja yang bukan apa-apa. Remaja buangan. Tidak diperlukan. Pikiran jahat masuk pada otaknya, ia tak ingin merasakan sakit hati ini, ia tak mau iri hati lagi pada Sina. Ia ingin sahabatnya lenyap. Ia tidak menginginkan Sina. Ia membenci Sina.

bersambung

Catatan:
i' rosa edhel - bahasa elvish, artinya sang peri hujan

Ängsälvor-artinya Fairies of the meadow, lukisan Nils Blommer tentang mitologi Norse

rosa salka-bahasa elven, artinya tarian hujan


Cerpen oleh Isni Sarah

4 comments:

  1. Awal yg baik
    tp ketika menjadi seorg pencerita,objective point of view pula, maka perlu menghidupkan yesta dan sina dlm kapasitas psikologis mereka,bukan sbg pencerita
    kecuali jika macam cerpen as laksana di 20kumcer trbaik indonesia,dg memberi jwbn siapa pencerita

    salam kenal

    ReplyDelete
  2. maksudnya gimana pak? terimakasih. ini penulis.

    ReplyDelete
  3. wiii... keren keren. saya juga pernah ngalamin kayak gitu hehe. tapi nggak sampe melenyapkan lah. bagus mbak isni.. :))

    ReplyDelete