Sebelum matahari tenggelam, aku sering melihat seorang laki-laki di tepi danau. Entah apa yang dia kerjakan di sana. Dia selalu membawa kertas putih dan alat tulis. Dengan tenang digoreskannya tinta hitam pada kertas putih itu sambil mendengarkan musik dari headphone. Ketika langit berubah gelap, dia pun pergi tanpa membiarkan kertas itu ikut dengannya, dan dibiarkan tergeletak di tanah yang selesai dia duduki.
Karena penasaran, aku pun mengambil kertas itu ketika dia pulang. Kulihat di kertas itu tergambar seorang laki-laki yang sedang duduk sendiri di lantai sebuah ruangan yang gelap. Laki-laki itu seperti sedang kesepian. Apa ini adalah gambaran suasana hatinya?
Langit tampak gelap, aku segera pulang ke rumah dengan membawa kertas itu. Sesampainya di kamar, kupandangi gambar itu tanpa henti. Hingga akhirnya aku menemukan sesuatu di bagian bawah gambar dimana laki-laki itu duduk. Ada sebuah tulisan ‘by : yurie’.
“Apa namanya Yurie?” pikirku.
Akhirnya, aku bisa tahu namanya. Dia adalah laki-laki yang membuatku penasaran. Setiap melewati danau setelah pulang sekolah, aku selalu melihatnya. Walaupun aku belum mengenalnya, tetapi rasanya hatiku ingin menemaninya dalam kesepian.
Memang aneh. Melihat wajahnya saja aku belum pernah. Aku hanya melihat punggungnya dan wajahnya dari samping. Penampilannya dari ujung rambut sampai ujung kaki seperti gaya emo, yang mungkin sedang nge-trend di kaum remaja sekarang.
Sebenarnya, aku ingin mendekatinya dan berkenalan dengannya. Tetapi, aku takut kalau sampai dia marah padaku karena mengganggu kesendiriannya. Dan yang paling aku takutkan adalah jika aku tidak akan pernah bisa melihatnya lagi di tepi danau itu.
Jadi, biarkanlah aku hanya jadi penguntit yang tidak akan membuatnya takut.
“Kok di kamar terus, sih?” Tanya Mama yang mengagetkan aku karena tidak mengetok pintu dahulu.
“Ayo makan! Kamu, kan, sejak pulang sekolah belum makan. Kalau kamu sakit, kan, mama juga yang repot!” katanya.
“Ya, Ma nanti!” jawabku.
“Ya udah, Mama tunggu ya!” kata Mama, lalu menutup pintu kamarku.
Sebelum aku keluar kamar, aku menempelkan kertas itu di dinding. Lalu kupandangi lagi sebentar hingga guratan senyum menghiasi bibirku.
Keesokan harinya, seperti biasa aku melakukan rutinitasku untuk menguntit emo boy itu dari balik pohon. Kupandangi punggungnya yang terlihat tenang dan damai, walaupun dia tampak kesepian. Kicauan burung menemaninya melukis di sebuah kertas di tepi danau yang terlihat tenang itu.
Hatiku merasa tenang walaupun berdegup dengan kencang. Dan aku tak mampu menahan bibirku yang tersenyum manis merekah ini. Seluruh jiwaku seakan terbawa mengikuti perasaannya.
“Kok dia nggak curiga ya, kalo kertas yang kemarin udah nggak ada?” pikirku.
“Semoga aja dia nggak curiga sama sekali! Kalo tau gue yang ngambil, bisa mati mendadak gue!” bisikku dengan tertawa sendiri.
Seketika, tampak sinar matahari tenggelam yang indah. Kulihat dia memandangnya tanpa mengedipkan matanya. Melihat dengan tenang seakan bisa menetralisirkan perasaannya yang kacau dan berantakan.
Setelah matahari itu hilang, yang tersisa hanyalah langit hitam, dia bergegas meninggalkan tepi danau dan kembali meninggalkan kertas itu. Dengan segera, kulihat kertas itu.
Di kertas itu, tergambar seorang laki-laki yang duduk di tepi danau. Dia sedang melukis di kertas. Dan terlihat headphone yang terpasang di telinganya.
“Ini sih, dia gambar dirinya sendiri!” gumamku.
Dan lagi-lagi mataku tertuju pada sebuah tulisan ‘by : yurie’.
“Berarti benar, namanya Yurie!” gumamku lagi.
Dan kulihat ada sebuah tulisan lain lagi yang tertulis ‘I’m just a lonely boy…’
“Benar tebakan gue, dia memang lagi kesepian!” gumamku yakin.
“Oh Yurie, may I accompany you in your loneliness?” tanyaku, yang mungkin hanya didengar oleh danau, pepohonan, rerumputan, dan langit malam.
Kugenggam erat kertas itu tepat di dadaku. Dan kembali ke rumah untuk menempelkan kertas itu ke dinding kamarku.
“Can’t wait to see you again next day.”
Karena penasaran, aku pun mengambil kertas itu ketika dia pulang. Kulihat di kertas itu tergambar seorang laki-laki yang sedang duduk sendiri di lantai sebuah ruangan yang gelap. Laki-laki itu seperti sedang kesepian. Apa ini adalah gambaran suasana hatinya?
Langit tampak gelap, aku segera pulang ke rumah dengan membawa kertas itu. Sesampainya di kamar, kupandangi gambar itu tanpa henti. Hingga akhirnya aku menemukan sesuatu di bagian bawah gambar dimana laki-laki itu duduk. Ada sebuah tulisan ‘by : yurie’.
“Apa namanya Yurie?” pikirku.
Akhirnya, aku bisa tahu namanya. Dia adalah laki-laki yang membuatku penasaran. Setiap melewati danau setelah pulang sekolah, aku selalu melihatnya. Walaupun aku belum mengenalnya, tetapi rasanya hatiku ingin menemaninya dalam kesepian.
Memang aneh. Melihat wajahnya saja aku belum pernah. Aku hanya melihat punggungnya dan wajahnya dari samping. Penampilannya dari ujung rambut sampai ujung kaki seperti gaya emo, yang mungkin sedang nge-trend di kaum remaja sekarang.
Sebenarnya, aku ingin mendekatinya dan berkenalan dengannya. Tetapi, aku takut kalau sampai dia marah padaku karena mengganggu kesendiriannya. Dan yang paling aku takutkan adalah jika aku tidak akan pernah bisa melihatnya lagi di tepi danau itu.
Jadi, biarkanlah aku hanya jadi penguntit yang tidak akan membuatnya takut.
“Kok di kamar terus, sih?” Tanya Mama yang mengagetkan aku karena tidak mengetok pintu dahulu.
“Ayo makan! Kamu, kan, sejak pulang sekolah belum makan. Kalau kamu sakit, kan, mama juga yang repot!” katanya.
“Ya, Ma nanti!” jawabku.
“Ya udah, Mama tunggu ya!” kata Mama, lalu menutup pintu kamarku.
Sebelum aku keluar kamar, aku menempelkan kertas itu di dinding. Lalu kupandangi lagi sebentar hingga guratan senyum menghiasi bibirku.
# # #
Keesokan harinya, seperti biasa aku melakukan rutinitasku untuk menguntit emo boy itu dari balik pohon. Kupandangi punggungnya yang terlihat tenang dan damai, walaupun dia tampak kesepian. Kicauan burung menemaninya melukis di sebuah kertas di tepi danau yang terlihat tenang itu.
Hatiku merasa tenang walaupun berdegup dengan kencang. Dan aku tak mampu menahan bibirku yang tersenyum manis merekah ini. Seluruh jiwaku seakan terbawa mengikuti perasaannya.
“Kok dia nggak curiga ya, kalo kertas yang kemarin udah nggak ada?” pikirku.
“Semoga aja dia nggak curiga sama sekali! Kalo tau gue yang ngambil, bisa mati mendadak gue!” bisikku dengan tertawa sendiri.
Seketika, tampak sinar matahari tenggelam yang indah. Kulihat dia memandangnya tanpa mengedipkan matanya. Melihat dengan tenang seakan bisa menetralisirkan perasaannya yang kacau dan berantakan.
Setelah matahari itu hilang, yang tersisa hanyalah langit hitam, dia bergegas meninggalkan tepi danau dan kembali meninggalkan kertas itu. Dengan segera, kulihat kertas itu.
Di kertas itu, tergambar seorang laki-laki yang duduk di tepi danau. Dia sedang melukis di kertas. Dan terlihat headphone yang terpasang di telinganya.
“Ini sih, dia gambar dirinya sendiri!” gumamku.
Dan lagi-lagi mataku tertuju pada sebuah tulisan ‘by : yurie’.
“Berarti benar, namanya Yurie!” gumamku lagi.
Dan kulihat ada sebuah tulisan lain lagi yang tertulis ‘I’m just a lonely boy…’
“Benar tebakan gue, dia memang lagi kesepian!” gumamku yakin.
“Oh Yurie, may I accompany you in your loneliness?” tanyaku, yang mungkin hanya didengar oleh danau, pepohonan, rerumputan, dan langit malam.
Kugenggam erat kertas itu tepat di dadaku. Dan kembali ke rumah untuk menempelkan kertas itu ke dinding kamarku.
“Can’t wait to see you again next day.”
# # #
Cerpen Oleh Virly Kinasih
wah gw juga ikut penasaran nih ngebaca cerpen yg ini :)
ReplyDeletesayang kurang tepat penggambarannya...
ReplyDeletesoalnya saya nggak bisa bayangin anak emo ngelukis trus sendirian di danau. hehe
kayaknya ini terinspirasi dari kisah nyata ya?