Mar 25, 2008

Cerpen: Where are you? There you are!

Inspired by a very beautiful song called “You” from Stereomantic



Gedung itu adalah sebuah bangunan tua yang sudah lama tidak terpakai. Kondisi gedung berlantai 20 ini masih layak digunakan, hanya butuh sedikit perbaikan di beberapa bagian.


Di rooftop gedung inilah dulu aku sering menyendiri. Di sudut bangunan ini, di antara tumpukan barang-barang tua yang sudah tidak terpakai. Aku berpikir. Berkontemplasi. Menyembuhkan jiwa yang sakit dengan memikirkan hal-hal yang menyedihkan, hal-hal tragis, hal-hal yang menyayat, dengan berharap hal itu bisa membuatku menjadi merasa lebih baik.


Sore ini, Di atas gedung, aku mendiamkan diri lagi. Sekedar untuk mendinginkan kepala atau untuk mengerti arah yang ditunjuk matahari yang dalam sekejap akan memenuhi angkasa. Atau mungkin aku naik ke atas gedung ini untuk mengingat kamu. Berharap bintang bisa menunjukkan di mana kamu berada.


Dulu, saat aku sedang menyendiri di sini, kamu hadir untuk berusaha mengajakku bercanda atau pun berusaha mencoba memahami seluruh keluh kesahku. Berusaha menemukan jalan diantara labirin urat nadiku. Mencoba mencari jejak di antara arus darahku. Mencoba menemukan jalan untuk mengetuk atau sekedar mengintip isi hatiku.


Dulu kamu yang sering meniti pinggiran atap gedung ini. Menantang maut, kataku. Mencari adrenalin jawabmu. Aku mengingat diriku yang sering menutup mata, ketakutan jikalau kamu terjatuh ke bawah. Kamu tertawa terbahak-bahak dan kemudian menghampiriku untuk menggodaku.

Aku tersenyum.
Dulu kamu yang sering mengorek-ngorek tumpukan sampah di pojokan lain gedung ini dengan berharap siapa tahu bisa menemukan sesuatu yang bisa digunakan untuk melakukan hal-hal konyol.


Aku ingat kamu menggunakan tutup tempat sampah sebagai tameng dan pipa paralon yang berminyak itu sebagai pedang. Dan kamu berakting seperti ksatria yang sedang disumpah oleh ratu. Kamu menyuruhku untuk ikut berakting menjadi ratu dan menyumpahmu. Tetapi aku terlalu malu. Aku hanya tertawa-tawa saja.

Aku tersenyum.
Atau kamu yang dulu menemukan corong air dan menirukan orang yang sedang meniup terompet. Kamu menirukan suara terompet itu dengan bodoh. Aku selalu meledekmu konyol dan tolol. Tetapi sebetulnya aku bahagia melihatmu. Tawaku ikhlas dari kepala. Memandangimu memakai tutup panci sebagai topi dan meniup-niup corong minyak dengan latar belakang gedung-gedung Jakarta yang mulai bersiluet dan matahari yang mewarnai langit menjadi jingga.


Aku tersenyum.
Aku tidak bisa berhenti tertawa saat kamu menyetel tape-tuamu itu, dan berakting seperti sedang memimpin sebuah orkestra dihadapan ribuan orang.


Aku tersenyum.
Saat ini sudah lama sekali kamu tidak menghampiriku, ketika aku sedang berdiam diri di atas sini. Terakhir kalinya kita berdua di sini kamu melakukan hal bodoh itu. Memegang sebuah payung dan meniti pinggiran gedung. Saat itu aku menutup mata dan telinga sambil berteriak-teriak menyuruhmu untuk segera menghentikan hal itu.
Air mataku menetes.


Saat aku membuka mata, kamu sudah tidak ada di hadapanku. Aku berteriak-teriak memanggilmu dan mencari-carimu. Aku berpikir kamu pasti bersembunyi untuk mengejutkanku. Sampai aku mendengar suara-suara ribut di bawah. Saat melihat ke bawah aku melihat tubuhmu yang sudah terhempas keras jatuh di atas trotoar.


Aku terisak
Kamu tidak bergerak.


Aku terisak lagi.
Hari itu aku mengantarkanmu ke rumah sakit namun hal itu percuma. Kamu sudah tidak bernyawa. Sayangnya, aku tidak bisa mengantarkanmu ke dalam bumi. Aku sedang sibuk diinterogasi oleh polisi. Polisi dan Keluargamu menuduh akulah yang mendorongmu.

Aku menangis lama sekali.
Bahkan keluargamu tidak mau menunjukan di mana makammu. Aku terpaksa mengunjungi TPU-TPU yang ada di wilayah rumahmu untuk mencari makammu. Aku membaca nisan demi nisan untuk mencarimu. Tetapi kamu tidak perlu khawatir. Aku tidak sendiri. Matahari merelakan dirinya membuat bayangan yang menemani tiap langkahku.


Aku juga ingat pada hari aku mencari-cari makammu, empat orang polisi menghampiriku dan membawaku dengan paksa ke kantor mereka. Mereka menuduh aku lah penyebab kamu jatuh hari itu. Hakim memutuskan untuk memenjarakanku selama empat tahun. Aku bisa melihat keluargamu berucap syukur saat hakim mengetokkan palu. Aku bisa melihat bagaimana ibumu mencemoohku dan menyumpahiku dari kejauhan. Aku sedih.


Tetapi empat tahun sudah berlalu aku sudah berusaha melupakan semua hal itu. Aku hanya ingin mencarimu. Aku ingin melihatmu melakukan hal-hal konyol lagi. Aku hanya ingin melihatmu memasang wajah serius berusaha mengikuti lika-liku omonganku. Aku tahu kamu tidak mengerti satupun maksud ceritaku. Aku tahu kamu hanya berusaha menyenangkanku.
Sampai di sinilah aku. Di tempat kamu biasa mencoba mengerti hatiku. Tempat di mana kamu biasa menelusuri labirin aliran darahku untuk menemukan hatiku sebagai grand prize-nya.
Aku sekelibat melihat kamu yang menari-nari mengelilingi pupilku. Berjoget-joget bodoh dengan kakimu yang kau renggang-renggangkan dan tanganmu berputar-putar diatas kepalamu.



Aku mencari-cari bayangmu diantara tumpukan benda tua itu.


Aku berfikir dimanakah kamu? Dimanakah kamu bersembunyi?


Saat aku menatap langit aku menemukan susunan langit yang bergradasi dari jingga ke biru muda. Aku menemukan awan-awan yang bergugusan. Aku melihat sinar matahari yang menerobos lubang-lubang digugusan awan tadi.


Seketika aku melihat wajahmu membayang diantara bocoran sinar itu. Lukisan terindah dalam hidupku. Aku melihatmu tersenyum dan melakukan ekspresi bodoh yang membuat perutku sakit karena menahan tawa.



Aku tersenyum karena menemukanmu.

Aku membuka payungku yang tadi kubeli di perjalanan dari penjara menuju ke sini. Aku berjalan ke arah pinggiran gedung.


Aku memandang bayanganmu di awan. Engkau masih tersenyum.


Aku meniti pinggiran gedung itu. Dan bergaya seperti badut sirkus seperti yang kau ajarkan kepadaku.


Aku menatap awan itu dan engkau tersenyum sambil menganggukan kepalamu.


Aku terpeleset. Tidak, Aku mempelesetkan diriku.





Cerpen by M.H. Taufiqurrahman

5 comments:

  1. nice story indeed.

    ReplyDelete
  2. nice story indeed.

    ReplyDelete
  3. Re: cerita yang manis... seru...
    btw, empat tahun utk kasus pembunuhan ga terlalu sedikit tuh? :p

    ReplyDelete
  4. bagus.
    banget.
    hore!
    loh???
    sukes ya?! :)

    ReplyDelete
  5. wuihhh...mantab ceritanya euy.........

    www.denioktora.com

    ReplyDelete