May 27, 2009

60 Mayat

Seribu mata tertuju padaku, tepatnya mata milik—sekitar500 orang. Hujan tepuk tangan tak henti membuatku merinding. Rasa haru yang luar biasa merasuk tubuhku seperti hantu yang akan buatku menggelepar dengan tawa di atas lantai. Untuk pertama kalinya kurasakan sebuah kebanggan tiada tara, lebih dari rasa banggaku ketika berhasil membunuh orang untuk pertama kalinya. Hanya dengan satu kali tusukan tepat di jantung dan merobeknya seperti mengarit rumput, lantas membelah tubuh korban pertama menjadi dua bagian. Sungguh hal yang memuaskan batin. Darah yang muncrat seperti air mancur, dan gerak gerik usus yang sejenak bernyawa, membuat mataku segar—dan membuat perutku lapar juga.

“Kamu memang pantas mati!” kata ibu dari korban remaja wanita pertama yang kubunuh dengan wajah tanpa dosa. Dia berusaha mendekatiku, yang duduk di atas kursi panas sebagai terdakwa pembunuhan berantai yang menewaskan 39 remaja wanita, 11 wanita dewasa, dan 10 balita yang juga berkelamin wanita.

CUIHH

Ibu korban itu mendekatiku dan berhasil melancarkan air ludahnya tepat di kedua mataku.

'WOW! Kenikmatan yang luar biasa ketika diludahi untuk pertama kalinya. Membuat darahku mengalir sejuk dan merasakan kehadiran malaikat yang kini siap mencabut nyawaku.'

'Izrail, dimana kau berada? Apa kau siap mencabut nyawaku, atau masih ragu?'

“Apa kamu punya permintaan terakhir sebelum eksekusi dilakukan minggu depan, terdakwa?” Tanya Pak Hakim dengan pakaian dinasnya. Ia Mengenakan kacamata diameter 4 cm dan perutnya sedikit buncit.

“Ada,” kataku bersemangat dengan sangat ceria.

Seluruh penonton bergemuruh. Sebagian orang nampak panas dan wajah mereka diliputi hawa dendam.

“DIA TIDAK PANTAS MENDAPATKANNYA PAK HAKIM” teriak seorang bapak-bapak yang memeluk sebuah boneka barbie. Dia memeluk barang kesayangan anaknya yang kubunuh dengan kurebus di atas minyak goreng, lalu ku potong tujuh bagian—dan kubagikan pada anak jalanan untuk sarapan mereka.

Bapak itu memeluk boneka itu dengan penuh perasaan. Namun diliputi kegeraman untuk segera mengkuburku tanpa kafan.

Kata-kata itu menyulut seluruh penonton untuk memerintahkan Pak Hakim menghukum mati aku besok, bahkan ada yang minta sekarang juga. Hawa panas dari kata-kata mereka buatku merasakan kehadiran ratusan setan yang bekerja sama untuk membunuhku juga.

Namun aku tetap senyum dengan gembira, melihat wajah Pak Hakim yang mulai gelisah, dan bercucur keringat deras. Aku juga melihat ke belakang, melihat penonton yang riuh dengan ucapan kasar dan tak terkendali.

Aku tersenyum melihat mereka semua yang meneriakiku. Dan mereka akhirnya hening dengan cepat melihat senyumku yang cerah, senyum cerah dari pembunuh berdarah sangat dingin. Hanya suara angin dan hentakan kakiku yang terdengar. Hentakan kaki tanda menunggu malaikat pencabut nyawa yang tak kunjung datang.

bersambung

Cerpen oleh Rey Khazama

11 comments:

  1. Gilaaaa.... kenapa cerita kayak gini cuma jadi cerpen? lebih bagus dijadiin novel atau ga difilemin aja!

    ReplyDelete
  2. wew, sumpeh. Rey kaget. diterima, toh.
    makacih makacih makacih.

    ReplyDelete
  3. waow!
    keren bgt!
    gagas!
    segera posting lanjutannya!

    ReplyDelete
  4. caritana naon sih???????
    jadi penasaran pengen liat lanjutannya.....

    ReplyDelete
  5. keren rey..hanya sedikit yg luput. rebus kok sama minyak sih rey? bukannya sama air? ^^ ditunggu lanjutannya yaw...kabar2in kalo dah ada...

    ReplyDelete
  6. T.T pasrah.. *ngurut2 dada*
    pasrah dah kalah saingan ma cerpen oom rey...

    btw, stuju ma yg diatas,,
    cocoknya jga ni critanya diperpanjang...
    dibuat novel? seksi driller-thriller-killer mgkn?
    kalo dibuat cerpen.. jdi penasaran gmn endingny...

    ReplyDelete
  7. @ semuanya: sabar, ya. tunggu lanjutannya minggu depan ;)

    ReplyDelete